Sabtu, 25 Desember 2010

"Diskusi Cermin Diri"

Meregangkan segala hasrat dan ego yang mendesak rongga kalbu, mengalah dalam tuntutan "kemenangan" yang semu. Ia (Ego) mendesakku berdiri pada podium "juara", namun kawanku yang lain (sebut Kalbu) mengajakku turut serta dalam kewajaran manusia yang indah walau dengan segala keterbatasannya. Dengarkan suara pelantun kesederhanaan yang mencoba merajut keselarasan, "pengejawantahan akan nilai hidup yang hakiki".
Tak ku katakan kau tak membutuhkan Ego-mu, siapa yang menjadi pasak-pasak harga dirimu jika bukan Ego yang menjadi bagiannya? Namun cukup jadikan ia kawanmu yang membawa nasib baik, bukan racun yang mampu menguasaimu dan menjebakmu dalam arogansi egosentris yang mematikan, mematikan diri dan mematikan segalamu.
"N E S T A P A" apa kau membencinya hanya karna ia bernada pilu?
Apa kau hanya menganggapnya sebagai onak dalam alur kisahmu?
Sungguh tak adil jika demikian, karena sesungguhnya nestapa adalah sebuah Halaqah yang mempertemukan akal dan hatimu dalam mencapai jalan yang kau cari, yakni 'jalan' menuju Tuhan-mu. Tahukah kau betapa sesungguhnya Tuhan menunggumu di ujung yang Indah?? Maka nikmatilah.., nikmati dengan syukur.. dan jiwailah dengan keselarasan hatimu.
Dan kini..pertanyaannya adalah, "apa kita bisa???"

Minggu, 17 Oktober 2010

"Kepada Jiwa yang Bersengketa"

"Kepada Jiwa yang bersengketa.."
Telah lama kita tak saling menjabat, walau musim berganti musim..namun kita tetap tak saling menatap.
"Wahai nestapa pelantun doa.."
jika bahagia adalah teman pelipur lara..maka kau adalah karib yang mengetahui rahasia-rahasia hati di dalam hening.
Siapa yang menemaniku kalau tak duka..?? siapa yang mengetahui jalur setapak menuju telaga jiwa di dalam jagat diri jika bukan engkau???
Walau kepedihan adalah guratmu dan air mata adalah tandamu.., namun kau adalah guru kearifan dan kebijakan.., kau ajarkan sebuah refleksi keteguhan jiwa menuju taqwa.., hingga terbentuklah sebuah perkara yang menakjubkan.., sebuah "dhiya" yang mampu menyingkap kegelapan... yakni "Kesabaran"..
kaulah pencipta garis vertikal antara aku dan Sang MAHA, kau menyadarkanku pada Realitas Tertinggi dalam Eksistensi Dzat Mulia, "Karna Ia... Ia selalu Bersama orang-orang yang bersabar".
Ia yang ku sebut Allah... SATU dengan berbagai Nama..
Maka izinkan aku menjabatmu wahai jiwa yang bersengketa, mari berlindung di dalam "sabar".., karna segala perkaranya adalah baik, dan ada Nikmat Yang Ia Janjikan disana..yakni "Jannah", mari saling menatap..karna kita tak terpisah hingga akhir masa..

"Tidaklah seorang muslim mendapatkan kelelahan, sakit, kecemasan, kesedihan, mara bahaya dan juga kesusahan, hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan dosa-dosanya dengan hal tersebut." (HR. Bukhari & Muslim)

Dari Anas bin Malik ra berkata, bahwa aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah berfirman, 'Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan kedua matanya, kemudian dia bersabar, maka aku gantikan surga baginya'." (HR. Bukhari)

-17 Oktober 2010-

Selasa, 12 Oktober 2010

"Aku Milik EL" (fiksi)

Tahukah kau wahai bani adam..betapa angin senang bermain-main dalam kesunyian, ia benci bising karena ia adalah nyanyian yang ingin di dengar..
Ia bernyanyi, bersiul bersama aliran sungai yang berseruling. jika jagad raya bising..maka siapa yang dapat mndengar nyanyian angin?
Amarahnya adalah kehancuran, tak terkira ia porak porandakan sisi-sisi jagad raya, berjabat dengan ganasnya air pasang, maka terkeruklah airmata para penjajah tanah hingga relung sanubari mereka.
Anak bumi yang berdiri di tepian jurang telaga yang curam.. Ia gantungkan hidupnya pada cabang-cabang pohon oak tua..si penguasai rerimbun hutan.
Anak bumi yang menari-nari.. Ia bercengkrama, ia bersenandung, ia tertawa bersama nyanyian angin dalam ketenangan. "Selaras"..ada jiwa yang tenang disana, dinamis dalam harmoni. Naturalisasi alam..tanpa hikuk pikuk kemunafikan dunia urban.
"Jiwa oh jiwa yang tenang..," sssstttt dengar...! pohon oak tua mulai bernyanyi...
"Jiwa oh jiwa yang tenang.. Pujangga kalbu di terang purnama.. Inilah nyanyian jiwa pohon oak tua.. menyemarakkan pesta suci Tuhan..
"Jiwa oh jiwa, anak bumi menarilah... menari bersama nyanyian angin dan seruling aliran sungai. Sunyi namun gegap gempita..inilah pesta Tuhan."
Indahnya hening alam..
Lalu anak bumi bertanya.. "wahai oak tua..siapa yang menjadi penguasamu?? Apakah Æsir dan Vanir bersama para penguasa Alfheim.., ataukah Thor sang putra Odin..?? Dan siapa yang dapat menghancurkanmu?? Diakah Loki putra Farbautia..atau mungkin santo bonifacius??" Lalu oak tua menjawab.., "tiada yang dapat Menjaga sekaligus Menghancurkanku kecuali DIA, aku menyebutnya EL.. DIA-lah yang Menjagaku melalui tanganmu yang diberkahi-NYA, maka jangan kau dustakan berkah itu, jangan kau jadikan kedua tanganmu sebagai penghancur. Seluruh penjuru menyerukan namaNYA. Kenali DIA wahai anak bumi..kenalilah DIA yang menjadi Penguasamu pula."
Lalu ia tertegun..kemudian wajahnya menyeringai penuh suka cita, anak bumi berlari dengan tapak-tapak kebebasan yang berirama, membuat jejak-jejak indah di tanah yang menjadi induknya dan mulai menyerukan nama Penguasanya. "Wahai EL.. sang Penguasa jiwa ragaku.., aku adalah milik-Mu, "EL" sang Penguasa..Kau-lah Keindahan Sejati, Cawan Kenikmatan.., Jabatlah tangan ku dalam suka dan seka air mataku saat duka, berkahilah kedua tanganku untuk menjaga alam yang menjadi ibuku, thor putra odin..pergilah ke neraka, berlalulah para pembual mitologi.., berlalulah, aku ada dalam hati EL.., aku milik EL".

-12 0ctober 2010-

Keterangan:
Elohim (hebrew) - Ellah/Eloh/Eli (aramaic) - Allah (arabic)
Dlm bhs Arab kita menemukan kata "Allah" di dlm Qur'an, Kata ini sama dgn kata dlm bhs Ibrani "Eloah". Yahudi membuatnya dlm bentuk jamak: "Elohim".
Selanjutnya menurut etimologi, nama "Allah" bs jd mrupakan singkatan dr kata bhs Arab "Al-Ilah" yg berarti "Tuhan". Asal nama dpt ditelusuri dr Tulisan Semitic (bahasa Semit di masa Ibrahim) yg paling awal dmn kata utk menyebut Tuhan adlh Il atw El, yg belakangan mnjdi Sinonim Perjanjian Lama utk Yahweh. "Allah" adlh kata bhs Arab yg baku utk "Tuhan" dan digunakan pula oleh Kristen Arab seperti halnya oleh Orang Islam.
"Eloah" bntuk tunggal (dari bahasa Ibrani: Tuhan), Tuhan Israel yang disebutkan dlm kitab Perjanjian Lama. Bntuk jamak buatan Yahudi utk menunjuk keagungan-Nya adalah Elohim yang terkadang dipakai untuk menyebut dewa-dewa. (*itu sebabnya sy tdk mau gegabah dgn m'gunakan kata Elohim dlm mnyebut Tuhan pd cerita fiksi di atas...sekalipun itu hnya fiksi*)
Lbh jelas lg..kata Elohim biasanya dipakai dlm Perjanjian lama utk menyebut satu-satunya Tuhan bangsa Israel yg telah menurunkan wahyu kpd nabi Musa, yaitu YHWH atau Yahweh. Namun kemudian..ketika kata t'sebut dimaksudkan utk menyebut Yahweh, kata 'Elohim' sering ditmbah dgn imbuhan "ha" ("the" dlm bhs Inggris) yg artinya "the God" (Tuhan), dan t'kadang ljg ditambahkan kata sifat "Elohim Rayyim" yg artinya "Tuhan yang hidup".
Perlu diingat jg ketika Isa a.s mengucapkan kalimat: "Eli, Eli, Lama Sabachtani?" atau "Eloi, Eloi, Lama Sabachtani?"
Yg artinya: "Tuhan, Tuhan, mengapa Engkau tinggalkan aku?"

Sabtu, 25 September 2010

"SECANGKIR KOPI" (Sterilisasi Emosi dan Luapan Ego dalam detak waktu)

Diam..demi waktu dan sendiri

Tik..Tok..Tik..Tok..,
Sabar itu Bijak bukan..??? Terasa lebih tenang ketika terbangun dari "Bunuh Diri". Yang lalu telah mati, kini yang tinggal apa..???

Tik..Tok..Tik..Tok..,
Aku, pena, kertas, Tuhan, dan waktu... itu yang tertinggal..., "Sterilisasi Emosi dan Kendali".

Hati dan Kalbu...adalah "inti" dengan berlapis-lapis emas dan begitu mahal, begitulah seharusnya. Memang jauh dari nilai sempurna namun tidak cacat, ini yang sedang ku pelajari dalam diri.

Tik..Tok..Tik..Tok..,
Sendiri adalah makna khusus...dan aku penikmat sendiri dalam hening malam hari,
walau kadang membuatku tampak seperti pesakitan, dan butuh mereka bertanya...namun itu hanya 40%..,
"60% aku gila..!!!" siapa peduli jika beberapa waktu yang lalu aku lapar,bosan, muak, marah???
Maka aku memilih diam..., menghitung waktu dengan detak detik yang jumlahnya tak terhingga dan entah kapan akan berakhir...
Detik ini aku bernafas, wajahku menatap segala apa yang ingin ku tangkap dengan indera penglihatanku, ludahku masih dapat ku telan, dan jari jemariku masih menari-nari dalam ritme kata yang membosankan.

Esok adalah "Harapan", jika esok menjelang...
Tetapi kembali ku katakan..."Tuhan tidak bicara padaku tentang rencana-Nya esok"
karena mungkin segala yang di luar rencanaku itu..tidak menginginkan hari esok.

"Sendiri dalam Penyesalan"
Tangis dan amarah yang semata-mata ada dalam batasan "Ego"...
Bahkan ketika ku katakan "Ini demi Harga Diri", sejujurnya justru aku telah kehilangan "Harga Diri".
Buaian tak kasat mata aku nikmati, wajah diam karna sesal...berwarna kelabu.
Aku berdebat dengan situasi nihil yang "mungkin" telah ku ciptakan sendiri,
Ya... kuciptakan bayang-bayang ketakutan dalam kotak hitam pikiranku.

"Ketakutan..."
Hal yang menjadi kelemahan sekaligus kekuatan inspirasi dalam kepicikanku...
Aku diliputi ketakutan dalam sendiri, kemuraman yang menjadi latar duka hitam, berjabat dengan wajah bulan yang muram.
Musim ini kemarau bergumul dengan penghujan, benar-benar dua musim yang menggila...beradu mencoba menguasai perputaran waktu dan membawa musim pada kegaduhan.
Kegaduhan serupa seperti yang terjadi dalam kehidupanku...

Ingat ketika ku katakan bahwa "prinsip hari ini hanya untuk hari ini", alur hidup tidaklah konstan kawan...,
Dan selama bumi masih merotasi... "maka pembelajaran ini tak akan pernah usai"...
Pendewasaan Diri dan Ketajaman Hati yang membawa idealisme-idealisme baru pada langkah bumi, dan kini aku mencoba maju satu langkah dalam memporak-porandakan dan menginvasi situasi yang mendominasi hidupku,
"Keterbudakan Ego..."
Benar-benar tentang diriku!!! Bumi yang malang..., menampung "Kegilaanku" dalam pusaran waktu yang monoton...dan kini aku menginginkan misi yang baru...dimana kebebasan sayap-sayapku mengangkasa dan aku riuh mengatakan tentang rasa dan apa yang kumiliki.

Kedua tanganku terus menggigil...,
Mendung hari ini, membawaku pada tangis hingga tanah ini basah.
Hawa dingin menghentak dan aku beku terdiam di antara tumpukan-tumpukan buku yang isinya tak lebih dari sekedar sampah kehidupan...
Aku beku terdiam tanpa sesuatu apapun yang menghangatkan...kecuali secangkir kopi yang tak lagi hangat.
Kegusaranku tepat di depan mata, berharap rasa ini hanya sketsa gagal yang dapat ku singkirkan ke dalam tong sampah.
Padahal..pelupuk mata mulai lelah dan mulai mengatub-ngatub, pikiranku masih jauh bercinta dengan intuisi dan imajinasi, bahkan mungkin tak menemukan jalan pulang, atau memang enggan untuk kembali...

Mungkin bila saatnya nanti semua berakhir..., dimana waktu tak berpihak pada takdir dan takdir tak berpihak pada hati.
Masa hanya tinggal kenangan dengan bingkai benci dan kemarau hati, dan dosa-dosa menjadi dilema yang menjebak jati diri.
Dan...kala nanti aku berjalan sendiri, mungkin hanya dengan bayang-bayang dan hasrat yang sia-sia untuk menjadi fitrah kembali.
Betapa aku menyadari kelemahanku tanpa DIA, karna mimpi, angan dan kehidupan seharusnya berdiri di atas "fondasi" yang tepat.
Seharusnya cukup denganDIA aku bertahan..., dan kini aku harus membayar mahal atas apa yang ku lakukan.

Sabtu, 19 Juni 2010

DIRI YANG TERDAKWA (...DAN TUHAN PUN MENAMPARKU DENGAN CARA-NYA YG PALING INDAH)

My journal,
24 Juni 2006:


Sejenak aku tersadar akan hakikat diri yang sempat hilang dalam dekadensi zaman.
Air mataku hari ini adalah harapan yang terbuang. Kekecewaan atas kegagalan potensi diri dalam penyempurnaan sejati, hingga aku masih berbaring dalam kefasikan.

Apakah aku pendosa, Tuhan…???
"WALAU HATIKU MENCOBA BERKOMPROMI PADA JIWA DENGAN PENDEKATAN INTUISI DAN ARGUMENTASI YANG SEDERHANA DAN TIDAK PELIK..., namun persekutuanku dengan para penghuni lembah fasik telah menjadi mata rantai dalam riwayat yang panjang, kami terlalu erat bahkan sang empu dunia kelam telah merajai rumah jiwaku hingga meredupkan cahaya Ilahi yang sebelumnya telah Kau nisbahkan pada takdir seorang manusia."


Jika ini adalah alur yang rumit bagi seorang "diri" untuk menjadi jiwa dengan mahkota-Mu… maka akan sedikit mustahil bagiku menjadi sang"Takwa" di mataMu….
Mengapa…???
Tuhan tidak bicara padaku tentang rencanaNya esok! Segala perkara hari ini atau nanti..., segalanya hanya berupa misteri… termasuk pada siapa takdir mempertemukanku. Sampai pada akhir.. dimana hari ini aku berada dalam pesakitan!!!

Berkali-kali merevolusi diri, sedikitpun tidak menjamin keberadaan jati diriku yang hakiki.
"ENTAH SIAPA AKU DAN DALAM RANGKA APA KEHIDUPAN BERGULIR PADA NASIBKU..., dunia ini seutuhnya hanya gelap gulita dan terang ada namun hanya sebatas bias."

Apa Kau pernah merasakan patah hati atau kesakitan-kesakitan semacam itu...??? Apa Kau pernah jatuh cinta Tuhan..???
Apa perlu ku ingatkan bagaimana kepicikanMu ketika kala itu "Hawa sang perawan Adam" dengan telak mengalahkan-Mu...
Kecemburuan-Mu yang kala itu membabi buta membuatmu berupaya menyingkirkan Hawa dalam kehidupan percintaan sang Adam...
Kau tetap terkalahkan... karna Hawa tetaplah sang perawan Adam.
Mengapa...????
Mengapa kau ciptakan kenikmatan lain selain kenikmatan yang Kau hidangkan dalam pangkuanMu...???
Bagaimana mungkin Kau ciptakan mahluk yg mampu mengalahkan diriMu sendiri...!!??

Ingat ketika kelelahan membawaku pada saat-saat dimana perasaanku mati, hingga cinta tak lagi terbentuk dalam kehidupanku.
Dan entah kapan tepatnya aku menginginkannya kembali,
Kerinduanku terhadap cinta dan erotisme di dalamnya, sebuah perangkap iblis yang menyelubungi hati dan phikiranku, terlebih lagi pada rasa takut kehilangan akan cinta, hingga akupun terlarut dalam sebuah romansa.
"KAU TIDAK SEMPURNA TUHAN...DAN AKULAH SEMPURNA!!!"
Oleh karna segala senang dan pedih telah kurasakan. dan sebagai Raja..,Kau terlalu angkuh untuk merasakan sakit dan kekalahan, bukan...??? Maka dalam hal ini aku lebih unggul.

Sosok “Cinta” dan "alam Logika" adalah Tuhan semesta diriku…., segala jagad alam jiwaku terpaku pada peran dominan seorang anak Adam, kusebut ia ksatria karna ia ingin begitu, namun aku memanggilnya “sayang” karna perasasaanku begitu…. Hanya miliknya tatapan tajam bagai mata belati yang membuatku jatuh hati padanya, ia begitu keras walau tidak kokoh, ia begitu rapuh bahkan ia tidak menyadari kerapuhannya, dan arogansinya adalah kepenatanku sekaligus kecintaanku padanya.
Saat ini aku benar-benar dilanda kecintaan yang amat sangat, namun begitu ironis ketika aku harus bersaing denganMu Tuhan.


23 Mei 2007: "...DAN TUHAN PUN MENAMPARKU!!!"

Ketika wajah kesatriaku berpaling dariku Atas Nama TUHAN..., Atas Nama ZAT yg telah ku hujat ia berpaling dari cawan kenikmatan yg telah kusuguhkan, maka saat itulah TUHAN TELAH MENAMPARKU DENGAN CARA-NYA YG PALING INDAH!!!!

Wahai Sang RAJA...
Ketika air mata ini enggan untuk mengering.. Akankah ada sedikit tempat di hati-Mu untuk ku bersimpuh menumpahkan sesal akan hati yang terjerat dosa.
Betapa aku telah membuahkan nista pada diri dan sejatinya aku adalah sang nista...
Betapa liang yang begitu besar mungkin telah membentuk luka yang begitu perih di hati-Mu, karna telah ku nodai begitu pekat jalan sejati seorang anak manusia.
Ruang di tanah bumi semakin sesak dan sempit, sedikit sekali tempat untuk bernafas, murka sang Penguasa maut kian meraja di jagat fana, dan aku sesungguhnya berada dalam bayang ketakutan..

DAN KEHIDUPAN-PUN TERUS BERGULIR, HINGGA HARI INI, SAAT INI, DETIK INI...,
Dan IA masih memberiku WAKTU entah sampai batas kapan...

HARI INI..,
Saat ketika aku menulis ataupun saat aku membacanya kembali:

Hari-hariku dengan beban seakan menjagal urat nadi, jiwa seakan ingin melayang karna lelah….dalam kehidupan nafas begitu payah. "PERSEPSI INDERAWI HANYALAH PERSEPSI INSTINGTIF YANG BERGUMUL DENGAN PARA PELAKU KOMPETISI PEREBUT TAHTA BELANTARA". Bukan tidak mungkin akulah salah satu dari mereka, walau mungkin hanya bagian terkecil dalam wilayah eksistensi peranan…dalam kompetisi gila di jagat fana ini.

"Buai aku malam…buai aku dalam pejam yang semakin sulit menjamah pelupuk mata. Rasanya sulit berkompromi dengan waktu jika diri masih memikul beban kemarau hati yang mengikis iman…seolah waktu mengintimidasi peranan dalam etos hidup. Masa lalu, khayalan, imajinasi, kenikmatan duniawi… sebagian jiwaku masih terperangkap dalam kehidupan itu…"

Di tengah langkah perjalanan, tapak kaki dari langkah kelam masih meninggalkan pekat. Hingga kalbu masih terusik dengan caci oleh sadar diri. Maka caci saja, karna cacian itu bahkan tidak seujung kuku dari dosa-dosaku. Maki dan kubur jiwaku hidup-hidup walau aku mengaduh ampun… jangan beri aku ampun. Biar lunas hutang yang memang harus ku bayar, walau ego dan arogansi harus ku gadaikan.

Dalam angan ada bayang semu tentang kesakitan di masa lampau, "PELIPUR LARA ADALAH KASIH YANG ENTAH DARI MANA DATANGNYA".

Maha Kasih Sejati…
Jika senyum berganti tangis, maka bersabarlah…dan yakinlah jika hikmah ada di balik gulana. "MAKA TERSENYUMLAH KEPADA DUKA, DAN KATAKAN AKU TINGGAL DALAM CAHAYA ILAHI SANG MAHA KASIH SEJATI"i, jikapun aku menangis…air mata itu semata-mata dari-Nya. Bukan begitu Ya Ilahi….???


Maka aku tersenyum ketika duka mendera air mataku, walau senyumku haru…cukup maklumi saja, "KARNA TANGISLAH YANG MENGANTARKU KE DUNIA INI, KETIKA DINDING-DINDING RAHIM IBUKU TIDAK LAGI MAMPU MENGHANGATKAN MAHLUK KECILNYA".

Sebuah jalan tanpa lentera, aku melangkah berduyun di antara semak belukar. Perjanjianku hampir habis waktu, maka aku harus bergegas sampai pada titik tuju. Kekalahanku di waktu lalu masih hingga kini, ku dapati tubuhku penuh hina…tersungkur menunduk pada tanah Tuhan.

"Jangan!!!", " jangan coba membantuku!!!" Aku tidak ingin siapapun membantuku kecuali ”DIA”…, aku hanya ingin Tuhan membantuku..!!!" ku katakan itu pada bayanganku ketika ia mencoba menbuatku berdiri kembali. "Aku tau Ia masih mengawasiku, aku percaya Ia tidak meninggalkanku, Ia hanya mencobaku, maka biarkan aku menunggu, biarkan aku menunggu kehendakNya."
Dan akupun mencoba berdiri kembali, aku dan bayanganku…kami saling menatap. Aku menangis ia pun menangis, aku merintih ia pun merintih. Bahkan ia lebih merintih duka karna meratapiku, ia katakan:
"LIHAT BETAPA MEMILUKAN KEADAANMU, DIRIKU...!!! BERHENTILAH SEJENAK, BASUH DULU TUBUHMU DAN AMBILLAH SETEGUK AIR, LEPASKAN DULU DAHAGAMU. LIHATLAH TUBUHMU, DIRIKU...!!! KAU BEGITU USANG. TUHAN AMPUNI DIRIKU INI..., TUHAN AMPUNI DIRIKU!!!"

Lalu ku hardik bayangaNku:
"Diam bayangan dungu…, apa pantas kau memohon ampun atas setiap dosaku…??? Apa kau lupa dengan hak-hak sebuah pengampunan, BAHKAN DI KEMUDIAN HARI ANGGOTA-ANGGOTA TUBUHKU INILAH YANG KELAK MENGGUGATKU DI HADAPAN-NYA. Tidak seorangpun yang bertanggung jawab atas dosaku melainkan aku, maka diamlah bayangan dungu, diam dan cukup ikuti aku…!!!!"

Maka ku lanjutkan perjalananku...bersama bayanganku yang setia. Walau kedua kakiku tertatih, pandanganku mulai sirna, seperti sebuah lentera yang hampir padam dan aku masih di perjalananku. Air mataku berderai deras sekali, ini benar-benar dari hati. Sesalku menumpuk dan merajam menembus ulu hatiku. Aku ingin Kau menciumku Tuhan.., "SATU KECUPAN KECIL DI DAHIKU...TANDA BAHWA KAU TELAH MENGAMPUNIKU".

Tubuh malam menantang lautan…, kabar angin membisikkan lafas cinta dalam hembusannya.
Hatiku tertawan di tanah beku kelabu, meratapi lembaran tiap-tiap dosa ku adalah siksa.
Ia begitu indah bukan…??? Ia begitu membuatku jatuh cinta
Entah bagaimana cinta itu terus merasuki ku, Ia melekat begitu erat di jantungku, seakan sebuah pena yang tanpa henti menyiratkan ”Nama“ itu di dalamnya, tahukah Kau ”Cinta-ku“ bahwa Kau begitu berarti walau Cahaya-Mu telah lama meredup didalam relung hatiku. Betapa aku menginginkan aroma syurga menyentuh indera penciumanku....

Aku merindukan keteduhan ”Cinta Sejati” Sang Empunya kehidupan..., aku begitu merindukan ratapan doa dan melafaskan keindahan ”Nama-nama-Mu“ dari pucuk-pucuk bibirku.
Ini adalah ungkapan kerinduanku, sebuah penantian yang tak pernah sirna dari hatiku Ya Rabb, penantian di setiap hela nafasku, di setiap desir darahku, di setiap keingkaran dan kekhilafanku, dan mungkin tetap hanya menjadi sebuah penantian hingga akhir waktuku.

Kamis, 17 Juni 2010

Wahai Kesatria Penakhluk Benteng Khaibar...




Wahai Kesatria penakhluk benteng Khaibar..betapa saat ini kembali kisi-kisi jiwaku merindukan kisah-mu…
Ketika malam ini…tetes hujan membasahi tanah-tanah Rabb-ku, dengan hembus angin jantan yang bergejolak… layaknya gejolak kesatria Haidarah dalam pertempurannya yg sengit...

Maka kembali kujajaki lembaran-lembaran kisah tentang kemuliaan-mu…
Tentang keberanian seorang bani Hasyim dalam meruntuhkan benteng-benteng kemungkaran…dengan panji dakwah yang terpatri dalam dirinya.

Kau-lah sosok yang telah menakhlukkan sisi keangkuhanku sebagai seorang wanita…
Kau-lah sosok yang memiliki cahaya iman di hati dan di kedua mata-mu
yang menjadi inspirasi dari untaian-untaian kata dan doa malam ini...

Tak jarang bulir air mata mengalir…ketika ku hayati kata demi kata dari tiap-tiap kalimat yang menguntai di lembaran kisah mu…
Wahai Amirul Mu’minin…
Betapa aku mengasihi sosok jiwa yang begitu mengagumkan…
Kau sembunyikan kebesaran namamu dibalik pakaian sederhana yang bertambal sulam…, satu pakaian yang tak kau tanggalkan…hingga jahitannya tak lagi mampu melekat.
Bagaimana mungkin seorang Khalifah yang memiliki kejayaan…namun tubuhnya hanya bersandangkan sebuah burdah usang…dan berpangan cukup dengan berlauk-kan cuka, minyak dan seiris roti kering yang jauh dari nikmat, namun tetap kau katakan "inilah Nikmat Rabb-ku", Subhnallah!!!

Wahai Amirul Mu’minin…
Tidak kurasakan cinta yang lebih besar melainkan untuk Rabb dan rasul-ku,
Namun ada pula sebagian cinta yang bertubi-tubi menyambangi hatiku untuk-mu,
Bahkan Jibril pun mencintai-mu, maka tak salah jika akupun memuja-mu sebagai sosok pria yang ku impikan.
Bagaimana tidak cinta ini ku lapangkan pula kepadamu wahai penghibur hati Rasulullah…sedang kaulah kesatria dalam Pertempuran Badar… bersanding bersama Hamzah..tak gentar kau hunuskan pedangmu menahlukkan Quraisy Mekkah..
Pertempuran Khandak dan tajamnya pedang Zulfiqar-pun menjadi saksi atas keberanianmu…dalam menebas Amar bin Abdi Wud, hingga terhempas nyawa dari raganya.
Betapa Allah dan Rasul-Nya mencintaimu…hingga bendera Kemuliaan dan Kehormatan disematkan disisi namamu atas tahluknya keangkuhan benteng Khaibar di kedua tanganmu.

Wahai Haidarah…kaulah perisai bagi Rasulullah.., Kau terjang kebengisan musuh bag seekor singa.
Ayunan pedangmu bag kilat yang menjadi teror bagi para pasukan musuh...
Kau tunjukkan betapa hidup adalah perjuangan dan keberanian…tak gentar walau nyawa mungkin terhempas dari sangkar raga.., mungkin pula bergemul di serpih-serpih debu tanah Mekkah…

to be continue....