Sabtu, 28 Januari 2012

a p o c a l u p s i s Hitam(jiwa)Putih

Mencoba memahami dengan fasih tiap-tiap alur dan tikungan tajam di arena liar perburuan.
"HIDUP", berlari seperti 'target perburuan' yang kau sebut 'mangsa',
Saat kau pikir tanah bumi adalah kebebasan penuh cinta dan mencintai, coba pikirkan kembali,  berhenti sejenak dan rasakan tiap-tiap rasa yang ditinggalkan oleh mereka yang mengatakan cinta dan mencintai. Yah...kaupun terhenyak sesaat, kemudian tersadar bahwa pertalian rasa adalah abu-abu, cinta yang tak ber Tuhan adalah tragedi belaka. Kita adalah target, alat, dan mangsa bagi mereka yang haus akan nafsu, kompetisi, dan dominasi peran. Dan sialnya...mereka begitu ulung memainkan perannya, menggandakan seribu wajah dengan seribu senyum untuk terus mendekat dan mengelabui, bicara layaknya sekutu, namun nyatanya.....

Apa yang terjadi??
Menyadari bahwa dayamu sesungguhnya terkungkung pada penguasa arena yang haus akan pertikaian.
Menerima kenyataan bahwa Bumi ini tak lain adalah belantara. Jika urung kau dapati dunia ini punah, maka kaupun tidak lain adalah "mangsa" bagi satu sama lain.

Hitam dan Putih adalah induk warna-warni Pelangi; 
awal lahirnya benih-benih kebaikan dan keburukan yang kemudian kian melebur, hingga menciptakan berbagai warna dari jiwa manusia. 
Coba tengok sebuah balada lampau, kisah bersaudara Habil dan Qabil - Labuda dan Ikrima, akar dari sebuah tragedi berdarah.. kali kedua dimana syaitan menggauli akal dan nurani manusia.
Inilah akar yang menjerat, akar yang menjadi warisan purba anak cucu adam, kebaikan dan keburukan yang bergumul, bertransformasi membentuk uraian-uraian karakteristik yang rancu, dua unsur yang bersenggama kemudian melahirkan sifat khas manusia sebagai mahluk pemangsa, namun disisi lain merekapun adalah mangsa.
Tiap-tiap kita ibarat biri-biri, namun tiap-tiap kita pula ibarat seekor serigala. Bahkan kentalnya darah tidak lagi mampu menjadi pengikat antara batin, kini tiap peluh dipandang "pantas" 'tuk dikuras, tiap-tiap nyawa dipandang pantas 'tuk melayang sia-sia.

Balada:
"Lidahmu menasbihkan ku sebagai kawan, namun hatimu membisikkan kepada angin-angin bahwa aku adalah lawan. Kau pikir angin adalah kawan setiamu? Bahkan malam tadi ia menyiratkan kepadaku tentang seluruh kebencian dan kepicikanmu, hingga kemudian akupun memutuskan untuk membidikmu sebagai sasaran belatiku. Namun tenanglah, aku hanya akan menancapkannya tepat disaat kau benar-benar mengawasiku, agar kau tau bahwa "aku" tidak akan melakukannya saat kau lengah. "Aku" yang ingin kau rendahkan, tak terpikir untuk mengkhianatimu dari balik punggungmu, karena pertikaian ini kau yang menyajikannya, maka akan kunikmati di hadapan kedua matamu sebelum kau sempat mengedipkan keduanya, kau akan menatap wajahku lekat-lekat ketika belati ini tertancap tepat di jantungmu, agar aku menjadi tatapan akhir di dalam tidur abadimu. Satu hal yang kau ajarkan kepadaku..bahwa dunia ini adalah zona tempur, dan kehidupan adalah pertempuran itu sendiri. Tidak ada koalisi di dalamnya.. yang ada hanya kompetisi. As You Wish...."

Dan kedua jiwa itupun..MATI!

-Sekian-

Minggu, 22 Januari 2012

ESTETIKAMUFLASE

DINAMIS.., dalam perspektif yang "Absurd"
Para penganut pemikir kebebasan melahirkan para filsuf-filsuf dunia yang mencoba menciptakan berbagai etimologi dari aliran dan sekte-sekte puitrik. Warna warni kehidupan yang kemudian mereka sebut dengan "Dinamika hidup" karena sifat estetis yang terkandung di dalamnya. "Estetis", siapa empu dari kalimat "estetis" tersebut??

Sejenak menilik pada etimologi sebuah kata "estetis",
Dialah Alexander Gottlieb Baumgarten, bapak bagi para penganut nilai Estetika. Mencoba menggambarkan bagaimana penilaian sentimentil rasa ditangkap oleh nilai-nilai sensoris, hingga terciptalah 'seni' sebagai hasil dari pengalaman estetika. Kemudian perjalanan waktu menuntun filosofi tersebut hingga berevolusi mendekati kesempurnaannya. Diawali pada masa romantisme di Perancis, dimana keindahan dianggap memiliki kemampuan dalam menyajikan sebuah keagungan. Kemudian pada masa realisme, dimana keindahan menyajikan sesuatu yang lebih sederhana dalam keadaan apa adanya. Hingga masa dimana keindahan terukur dengan lebih konkrit namun rumit, yakni mengkomposisikan warna, ruang dan kemampuan mengabstraksi benda, tepat dimasa-masa maraknya 'de Stijl'

Namun tetaplah Plato dan Aristoteles sebagai Nabi dari Etimologi ini,
Sementara Plato merumuskan keindahan dari proporsi, keharmonisan dan kesatuan, Aristoteles lebih memilih untuk merumuskannya dari keindahan yang timbul pada aturan-aturan, kesimetrisan, dan keberadaan.
Bukankah proporsi keindahan seharusnya memenuhi banyak aspek, aspek jasmani dan aspak rohani.
Rohani??? Tidakkah pemahaman 'Rohani'pun semakin implisit di masa ini?? Coba tengok bagaimana wujud sebuah sejarah budaya yang disejajarkan pada wujud wanita bugil baik dalam grafi maupun dalam aksi. Mereka katakan, "Lihat dari nilai seni atau estetisnya..maka ini adalah keindahan."
Ya... Konsep 'the beauty and the ugly';
'the beauty' yang memang diakui banyak pihak memenuhi standar keindahan, dan 'the ugly' yang sama sekali tidak memenuhi standar keindahan dan dinilai buruk namun jika dipandang dari banyak hal ternyata memperlihatkan keindahan.
Apa yang terjadi..? konsep tersebut kemudian bermutasi, bergeser menjadi sebuah pemahaman yang absurd... dimana unsur 'Rohani' telah benar-benar kehilangan kesejatiannya, digantikan dengan unsur "artistik". Tanpa "batasan moral", suatu benda, rasa, dan karya mutlak mendapatkan keabsahannya sebagai hasil pengalaman estetika atau disebut juga dengan "Seni", tak peduli seburuk, sevulgar dan se"amoral" apapun bentuknya.

"Sekte Estetis"..siapakah Tuhan dari agama ini?? Dan siapakah yang menjadi hambanya?? Kamu, dia, mereka..dan tak terkecuali 'saya'. Karna kita adalah target..target dari sebuah penghancuran moral yang terorganisir dengan sangat apik. Berkedok pada nilai-nilai moral yang terbentuk dari pemikir-pemikir bebas yang mencoba mengikis sumber rohani sejati dan menggantinya dengan pola-pola abstrak yang timbul dari persekutuan antara Manusia...entah dengan "siapa".

Kamis, 13 Januari 2011

Saling Membunuh

Mungkin saja aku telah mencampakkan-NYA, hanya demi jamuan hangat sebuah romantika. sebuah kenikmatan alam birahi yang dikemas cantik dengan tipuan murahan. Bermanis-manis kata yang teruntai, membentuk sebuah pahatan retorika. Hmm..betapa indah memang jika dilihat dengan telanjang iman.
Aku dan Egoku bertemu kembali, kami duduk bersama sembari menikmati secangkir teh hangat sore ini. seteguk kenikmatan bagi egoku "manis" katanya, seteguk kenikmatan bagi diriku "ya..manis" kataku. Jika kenikmatan ini dapat kita rasakan bersama, lalu apa tujuan kita saling menyakiti wahai Ego yang senang berkuasa? bukankah kenikmatan ini seharusnya mendamaikan kita, menjadikan kita sekutu dalam mencapai tujuan hidup yang hakiki?


Wahai sahabat lama.. tidakkah lelah kita mencacah jiwa, terjerembab dalam relung keluh kesah, penolakan dan penyangkalan diri..? Jawablah wahai Ego yang menguasai jiwa..! Bukankah kau dan aku satu dalam permainan hidup ini? seolah tuhan bermain-main dalam skenario-NYA, tapi bukankah permainan ini kita yang menginginkannya? Lagi-lagi kau membujukku untuk bermain layaknya seorang spekulan, tawar menawar dengan Tuhan-mu layaknya nilai hidup begitu rendah. Mari saling menatap.. maka kaupun akan tau apa tujuan permainan ini. Bukan kau yang berkuasa melainkan aku, kau hanya sebuah sistem pertahanan diri yang paling rendah dalam buana diri. Aku membutuhkanmu memang.. tapi aku adalah atapmu, aku adalah rangkamu, "aku adalah tuanmu" wahai ego. Lalu bagaimana mungkin kau ingin menguasai tahtaku dalam permainan ini?? Tidakkah lelah menjadi pelarian yang tanpa arah, dan ingin saling membunuh bila bertemu?? Entah sampai kapan pertarungan ini akan berlangsung. "Aku bersama Rahmat-NYA disisiku.. dan kau bersama sang iblis di sisimu". Sementara wktu terus berjalan.., mari habiskan teh ini hingga tetes terakhir manisnya. "Mari..."

~ 18 Maret 2010 ~

Sabtu, 25 Desember 2010

"Diskusi Cermin Diri"

Meregangkan segala hasrat dan ego yang mendesak rongga kalbu, mengalah dalam tuntutan "kemenangan" yang semu. Ia (Ego) mendesakku berdiri pada podium "juara", namun kawanku yang lain (sebut Kalbu) mengajakku turut serta dalam kewajaran manusia yang indah walau dengan segala keterbatasannya. Dengarkan suara pelantun kesederhanaan yang mencoba merajut keselarasan, "pengejawantahan akan nilai hidup yang hakiki".
Tak ku katakan kau tak membutuhkan Ego-mu, siapa yang menjadi pasak-pasak harga dirimu jika bukan Ego yang menjadi bagiannya? Namun cukup jadikan ia kawanmu yang membawa nasib baik, bukan racun yang mampu menguasaimu dan menjebakmu dalam arogansi egosentris yang mematikan, mematikan diri dan mematikan segalamu.
"N E S T A P A" apa kau membencinya hanya karna ia bernada pilu?
Apa kau hanya menganggapnya sebagai onak dalam alur kisahmu?
Sungguh tak adil jika demikian, karena sesungguhnya nestapa adalah sebuah Halaqah yang mempertemukan akal dan hatimu dalam mencapai jalan yang kau cari, yakni 'jalan' menuju Tuhan-mu. Tahukah kau betapa sesungguhnya Tuhan menunggumu di ujung yang Indah?? Maka nikmatilah.., nikmati dengan syukur.. dan jiwailah dengan keselarasan hatimu.
Dan kini..pertanyaannya adalah, "apa kita bisa???"