Sabtu, 25 September 2010

"SECANGKIR KOPI" (Sterilisasi Emosi dan Luapan Ego dalam detak waktu)

Diam..demi waktu dan sendiri

Tik..Tok..Tik..Tok..,
Sabar itu Bijak bukan..??? Terasa lebih tenang ketika terbangun dari "Bunuh Diri". Yang lalu telah mati, kini yang tinggal apa..???

Tik..Tok..Tik..Tok..,
Aku, pena, kertas, Tuhan, dan waktu... itu yang tertinggal..., "Sterilisasi Emosi dan Kendali".

Hati dan Kalbu...adalah "inti" dengan berlapis-lapis emas dan begitu mahal, begitulah seharusnya. Memang jauh dari nilai sempurna namun tidak cacat, ini yang sedang ku pelajari dalam diri.

Tik..Tok..Tik..Tok..,
Sendiri adalah makna khusus...dan aku penikmat sendiri dalam hening malam hari,
walau kadang membuatku tampak seperti pesakitan, dan butuh mereka bertanya...namun itu hanya 40%..,
"60% aku gila..!!!" siapa peduli jika beberapa waktu yang lalu aku lapar,bosan, muak, marah???
Maka aku memilih diam..., menghitung waktu dengan detak detik yang jumlahnya tak terhingga dan entah kapan akan berakhir...
Detik ini aku bernafas, wajahku menatap segala apa yang ingin ku tangkap dengan indera penglihatanku, ludahku masih dapat ku telan, dan jari jemariku masih menari-nari dalam ritme kata yang membosankan.

Esok adalah "Harapan", jika esok menjelang...
Tetapi kembali ku katakan..."Tuhan tidak bicara padaku tentang rencana-Nya esok"
karena mungkin segala yang di luar rencanaku itu..tidak menginginkan hari esok.

"Sendiri dalam Penyesalan"
Tangis dan amarah yang semata-mata ada dalam batasan "Ego"...
Bahkan ketika ku katakan "Ini demi Harga Diri", sejujurnya justru aku telah kehilangan "Harga Diri".
Buaian tak kasat mata aku nikmati, wajah diam karna sesal...berwarna kelabu.
Aku berdebat dengan situasi nihil yang "mungkin" telah ku ciptakan sendiri,
Ya... kuciptakan bayang-bayang ketakutan dalam kotak hitam pikiranku.

"Ketakutan..."
Hal yang menjadi kelemahan sekaligus kekuatan inspirasi dalam kepicikanku...
Aku diliputi ketakutan dalam sendiri, kemuraman yang menjadi latar duka hitam, berjabat dengan wajah bulan yang muram.
Musim ini kemarau bergumul dengan penghujan, benar-benar dua musim yang menggila...beradu mencoba menguasai perputaran waktu dan membawa musim pada kegaduhan.
Kegaduhan serupa seperti yang terjadi dalam kehidupanku...

Ingat ketika ku katakan bahwa "prinsip hari ini hanya untuk hari ini", alur hidup tidaklah konstan kawan...,
Dan selama bumi masih merotasi... "maka pembelajaran ini tak akan pernah usai"...
Pendewasaan Diri dan Ketajaman Hati yang membawa idealisme-idealisme baru pada langkah bumi, dan kini aku mencoba maju satu langkah dalam memporak-porandakan dan menginvasi situasi yang mendominasi hidupku,
"Keterbudakan Ego..."
Benar-benar tentang diriku!!! Bumi yang malang..., menampung "Kegilaanku" dalam pusaran waktu yang monoton...dan kini aku menginginkan misi yang baru...dimana kebebasan sayap-sayapku mengangkasa dan aku riuh mengatakan tentang rasa dan apa yang kumiliki.

Kedua tanganku terus menggigil...,
Mendung hari ini, membawaku pada tangis hingga tanah ini basah.
Hawa dingin menghentak dan aku beku terdiam di antara tumpukan-tumpukan buku yang isinya tak lebih dari sekedar sampah kehidupan...
Aku beku terdiam tanpa sesuatu apapun yang menghangatkan...kecuali secangkir kopi yang tak lagi hangat.
Kegusaranku tepat di depan mata, berharap rasa ini hanya sketsa gagal yang dapat ku singkirkan ke dalam tong sampah.
Padahal..pelupuk mata mulai lelah dan mulai mengatub-ngatub, pikiranku masih jauh bercinta dengan intuisi dan imajinasi, bahkan mungkin tak menemukan jalan pulang, atau memang enggan untuk kembali...

Mungkin bila saatnya nanti semua berakhir..., dimana waktu tak berpihak pada takdir dan takdir tak berpihak pada hati.
Masa hanya tinggal kenangan dengan bingkai benci dan kemarau hati, dan dosa-dosa menjadi dilema yang menjebak jati diri.
Dan...kala nanti aku berjalan sendiri, mungkin hanya dengan bayang-bayang dan hasrat yang sia-sia untuk menjadi fitrah kembali.
Betapa aku menyadari kelemahanku tanpa DIA, karna mimpi, angan dan kehidupan seharusnya berdiri di atas "fondasi" yang tepat.
Seharusnya cukup denganDIA aku bertahan..., dan kini aku harus membayar mahal atas apa yang ku lakukan.