My journal,
24 Juni 2006:
Sejenak aku tersadar akan hakikat diri yang sempat hilang dalam dekadensi zaman.
Air mataku hari ini adalah harapan yang terbuang. Kekecewaan atas kegagalan potensi diri dalam penyempurnaan sejati, hingga aku masih berbaring dalam kefasikan.
Apakah aku pendosa, Tuhan…???
"WALAU HATIKU MENCOBA BERKOMPROMI PADA JIWA DENGAN PENDEKATAN INTUISI DAN ARGUMENTASI YANG SEDERHANA DAN TIDAK PELIK..., namun persekutuanku dengan para penghuni lembah fasik telah menjadi mata rantai dalam riwayat yang panjang, kami terlalu erat bahkan sang empu dunia kelam telah merajai rumah jiwaku hingga meredupkan cahaya Ilahi yang sebelumnya telah Kau nisbahkan pada takdir seorang manusia."
Jika ini adalah alur yang rumit bagi seorang "diri" untuk menjadi jiwa dengan mahkota-Mu… maka akan sedikit mustahil bagiku menjadi sang"Takwa" di mataMu….
Mengapa…???
Tuhan tidak bicara padaku tentang rencanaNya esok! Segala perkara hari ini atau nanti..., segalanya hanya berupa misteri… termasuk pada siapa takdir mempertemukanku. Sampai pada akhir.. dimana hari ini aku berada dalam pesakitan!!!
Berkali-kali merevolusi diri, sedikitpun tidak menjamin keberadaan jati diriku yang hakiki.
"ENTAH SIAPA AKU DAN DALAM RANGKA APA KEHIDUPAN BERGULIR PADA NASIBKU..., dunia ini seutuhnya hanya gelap gulita dan terang ada namun hanya sebatas bias."
Apa Kau pernah merasakan patah hati atau kesakitan-kesakitan semacam itu...??? Apa Kau pernah jatuh cinta Tuhan..???
Apa perlu ku ingatkan bagaimana kepicikanMu ketika kala itu "Hawa sang perawan Adam" dengan telak mengalahkan-Mu...
Kecemburuan-Mu yang kala itu membabi buta membuatmu berupaya menyingkirkan Hawa dalam kehidupan percintaan sang Adam...
Kau tetap terkalahkan... karna Hawa tetaplah sang perawan Adam.
Mengapa...????
Mengapa kau ciptakan kenikmatan lain selain kenikmatan yang Kau hidangkan dalam pangkuanMu...???
Bagaimana mungkin Kau ciptakan mahluk yg mampu mengalahkan diriMu sendiri...!!??
Ingat ketika kelelahan membawaku pada saat-saat dimana perasaanku mati, hingga cinta tak lagi terbentuk dalam kehidupanku.
Dan entah kapan tepatnya aku menginginkannya kembali,
Kerinduanku terhadap cinta dan erotisme di dalamnya, sebuah perangkap iblis yang menyelubungi hati dan phikiranku, terlebih lagi pada rasa takut kehilangan akan cinta, hingga akupun terlarut dalam sebuah romansa.
"KAU TIDAK SEMPURNA TUHAN...DAN AKULAH SEMPURNA!!!"
Oleh karna segala senang dan pedih telah kurasakan. dan sebagai Raja..,Kau terlalu angkuh untuk merasakan sakit dan kekalahan, bukan...??? Maka dalam hal ini aku lebih unggul.
Sosok “Cinta” dan "alam Logika" adalah Tuhan semesta diriku…., segala jagad alam jiwaku terpaku pada peran dominan seorang anak Adam, kusebut ia ksatria karna ia ingin begitu, namun aku memanggilnya “sayang” karna perasasaanku begitu…. Hanya miliknya tatapan tajam bagai mata belati yang membuatku jatuh hati padanya, ia begitu keras walau tidak kokoh, ia begitu rapuh bahkan ia tidak menyadari kerapuhannya, dan arogansinya adalah kepenatanku sekaligus kecintaanku padanya.
Saat ini aku benar-benar dilanda kecintaan yang amat sangat, namun begitu ironis ketika aku harus bersaing denganMu Tuhan.
23 Mei 2007: "...DAN TUHAN PUN MENAMPARKU!!!"
Ketika wajah kesatriaku berpaling dariku Atas Nama TUHAN..., Atas Nama ZAT yg telah ku hujat ia berpaling dari cawan kenikmatan yg telah kusuguhkan, maka saat itulah TUHAN TELAH MENAMPARKU DENGAN CARA-NYA YG PALING INDAH!!!!
Wahai Sang RAJA...
Ketika air mata ini enggan untuk mengering.. Akankah ada sedikit tempat di hati-Mu untuk ku bersimpuh menumpahkan sesal akan hati yang terjerat dosa.
Betapa aku telah membuahkan nista pada diri dan sejatinya aku adalah sang nista...
Betapa liang yang begitu besar mungkin telah membentuk luka yang begitu perih di hati-Mu, karna telah ku nodai begitu pekat jalan sejati seorang anak manusia.
Ruang di tanah bumi semakin sesak dan sempit, sedikit sekali tempat untuk bernafas, murka sang Penguasa maut kian meraja di jagat fana, dan aku sesungguhnya berada dalam bayang ketakutan..
DAN KEHIDUPAN-PUN TERUS BERGULIR, HINGGA HARI INI, SAAT INI, DETIK INI...,
Dan IA masih memberiku WAKTU entah sampai batas kapan...
HARI INI..,
Saat ketika aku menulis ataupun saat aku membacanya kembali:
Hari-hariku dengan beban seakan menjagal urat nadi, jiwa seakan ingin melayang karna lelah….dalam kehidupan nafas begitu payah. "PERSEPSI INDERAWI HANYALAH PERSEPSI INSTINGTIF YANG BERGUMUL DENGAN PARA PELAKU KOMPETISI PEREBUT TAHTA BELANTARA". Bukan tidak mungkin akulah salah satu dari mereka, walau mungkin hanya bagian terkecil dalam wilayah eksistensi peranan…dalam kompetisi gila di jagat fana ini.
"Buai aku malam…buai aku dalam pejam yang semakin sulit menjamah pelupuk mata. Rasanya sulit berkompromi dengan waktu jika diri masih memikul beban kemarau hati yang mengikis iman…seolah waktu mengintimidasi peranan dalam etos hidup. Masa lalu, khayalan, imajinasi, kenikmatan duniawi… sebagian jiwaku masih terperangkap dalam kehidupan itu…"
Di tengah langkah perjalanan, tapak kaki dari langkah kelam masih meninggalkan pekat. Hingga kalbu masih terusik dengan caci oleh sadar diri. Maka caci saja, karna cacian itu bahkan tidak seujung kuku dari dosa-dosaku. Maki dan kubur jiwaku hidup-hidup walau aku mengaduh ampun… jangan beri aku ampun. Biar lunas hutang yang memang harus ku bayar, walau ego dan arogansi harus ku gadaikan.
Dalam angan ada bayang semu tentang kesakitan di masa lampau, "PELIPUR LARA ADALAH KASIH YANG ENTAH DARI MANA DATANGNYA".
Maha Kasih Sejati…
Jika senyum berganti tangis, maka bersabarlah…dan yakinlah jika hikmah ada di balik gulana. "MAKA TERSENYUMLAH KEPADA DUKA, DAN KATAKAN AKU TINGGAL DALAM CAHAYA ILAHI SANG MAHA KASIH SEJATI"i, jikapun aku menangis…air mata itu semata-mata dari-Nya. Bukan begitu Ya Ilahi….???
Maka aku tersenyum ketika duka mendera air mataku, walau senyumku haru…cukup maklumi saja, "KARNA TANGISLAH YANG MENGANTARKU KE DUNIA INI, KETIKA DINDING-DINDING RAHIM IBUKU TIDAK LAGI MAMPU MENGHANGATKAN MAHLUK KECILNYA".
Sebuah jalan tanpa lentera, aku melangkah berduyun di antara semak belukar. Perjanjianku hampir habis waktu, maka aku harus bergegas sampai pada titik tuju. Kekalahanku di waktu lalu masih hingga kini, ku dapati tubuhku penuh hina…tersungkur menunduk pada tanah Tuhan.
"Jangan!!!", " jangan coba membantuku!!!" Aku tidak ingin siapapun membantuku kecuali ”DIA”…, aku hanya ingin Tuhan membantuku..!!!" ku katakan itu pada bayanganku ketika ia mencoba menbuatku berdiri kembali. "Aku tau Ia masih mengawasiku, aku percaya Ia tidak meninggalkanku, Ia hanya mencobaku, maka biarkan aku menunggu, biarkan aku menunggu kehendakNya."
Dan akupun mencoba berdiri kembali, aku dan bayanganku…kami saling menatap. Aku menangis ia pun menangis, aku merintih ia pun merintih. Bahkan ia lebih merintih duka karna meratapiku, ia katakan:
"LIHAT BETAPA MEMILUKAN KEADAANMU, DIRIKU...!!! BERHENTILAH SEJENAK, BASUH DULU TUBUHMU DAN AMBILLAH SETEGUK AIR, LEPASKAN DULU DAHAGAMU. LIHATLAH TUBUHMU, DIRIKU...!!! KAU BEGITU USANG. TUHAN AMPUNI DIRIKU INI..., TUHAN AMPUNI DIRIKU!!!"
Lalu ku hardik bayangaNku:
"Diam bayangan dungu…, apa pantas kau memohon ampun atas setiap dosaku…??? Apa kau lupa dengan hak-hak sebuah pengampunan, BAHKAN DI KEMUDIAN HARI ANGGOTA-ANGGOTA TUBUHKU INILAH YANG KELAK MENGGUGATKU DI HADAPAN-NYA. Tidak seorangpun yang bertanggung jawab atas dosaku melainkan aku, maka diamlah bayangan dungu, diam dan cukup ikuti aku…!!!!"
Maka ku lanjutkan perjalananku...bersama bayanganku yang setia. Walau kedua kakiku tertatih, pandanganku mulai sirna, seperti sebuah lentera yang hampir padam dan aku masih di perjalananku. Air mataku berderai deras sekali, ini benar-benar dari hati. Sesalku menumpuk dan merajam menembus ulu hatiku. Aku ingin Kau menciumku Tuhan.., "SATU KECUPAN KECIL DI DAHIKU...TANDA BAHWA KAU TELAH MENGAMPUNIKU".
Tubuh malam menantang lautan…, kabar angin membisikkan lafas cinta dalam hembusannya.
Hatiku tertawan di tanah beku kelabu, meratapi lembaran tiap-tiap dosa ku adalah siksa.
Ia begitu indah bukan…??? Ia begitu membuatku jatuh cinta
Entah bagaimana cinta itu terus merasuki ku, Ia melekat begitu erat di jantungku, seakan sebuah pena yang tanpa henti menyiratkan ”Nama“ itu di dalamnya, tahukah Kau ”Cinta-ku“ bahwa Kau begitu berarti walau Cahaya-Mu telah lama meredup didalam relung hatiku. Betapa aku menginginkan aroma syurga menyentuh indera penciumanku....
Aku merindukan keteduhan ”Cinta Sejati” Sang Empunya kehidupan..., aku begitu merindukan ratapan doa dan melafaskan keindahan ”Nama-nama-Mu“ dari pucuk-pucuk bibirku.
Ini adalah ungkapan kerinduanku, sebuah penantian yang tak pernah sirna dari hatiku Ya Rabb, penantian di setiap hela nafasku, di setiap desir darahku, di setiap keingkaran dan kekhilafanku, dan mungkin tetap hanya menjadi sebuah penantian hingga akhir waktuku.